PROKAL.CO, Sampah pesisir yang didominasi sampah plastik di perairan tidak hanya mengancam keberlangsungan biota laut. Tetapi juga memengaruhi rantai makanan, yang ujungnya dapat berdampak pada manusia itu sendiri. Tidak hanya menyoal perilaku negatif masyarakat, juga karena pola pikir yang tertinggal.
SABAN hari, Kaharuddin (26), warga RT 01, Kelurahan Selumit Pantai, Tarakan Tengah menikmati sampah di kawasan itu. Menumpuk, sepertinya sulit ditangani. Cenderung bertambah setiap hari.
Alasan warga membuang sampah dikarenakan tidak adanya tempat pembuangan sementara (TPS) di kawasan tersebut. Selain itu, ia mengakui masih banyak masyarakat yang berpikir praktis dengan membuang sampah ke laut. Upaya menggalakkan membuang sampah pada tempat seharusnya pun rasanya cuma kampanye lalu.
“Orang-orang di sini buang sampah karena tidak ada TPS. Memang harus diakui ini juga sudah jadi kebiasaan praktis dan cepat tapi mungkin kebiasaan ini bisa diubah kalau ada penegasan dari pemerintah. Denda atau pidana misalnya,” singkat Kaharuddin.
Wakil Dekan Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Universitas Borneo Tarakan (UBT) Dhimas Wiharyanto, S.Pi, M.Si, mengatakan, sampah di perairan yang tidak ditangani dengan serius tentu mengancam keberadaan dan kelangangsungan biota laut. Tumpukan sampah ini dapat mengganggu habitat biota laut. Entah itu mempersempit ruang lingkup, sekaligus berdampak buruk pada proses ekologi.
Apalagi sampah plastik yang merupakan benda asing di perairan atau laut, membutuhkan proses yang sangat lama untuk terurai.
“Tempat ikan mencari makan berkurang dan mengganggu ikan bertelur. Bahkan beberapa hasil penelitian, ikan yang makan mikroplastik itu berbahaya juga,” terangnya kepada Radar Tarakanpekan lalu.
Ia mengatakan, sampah-sampah yang ada di perairan atau laut bisa menjadi daya tarik ikan untuk memakannya. Baik itu mikroplastik, dan ada pula hewan laut yang langsung memakan plastik secara utuh dan bisa menyebabkan kematian. “Beberapa penelitian mengatakan, sampah menjadi daya tarik ikan untuk memakannya,” bebernya.
Secara tidak langsung, keberadaan sampah plastik di perairan atau laut bisa memengaruhi rantai makanan. Misalnya saja, organisme terkecil atau plankton memakan plastik atau mikroplastik. Secara tidak langsung, hewan ukuran besar yang memakan plankton pun akan teracuni. Pada akhirnya akan meracuni manusia, yang mengonsumsi ikan tersebut.
“Dan itu masuk dalam rantai makanan. Dari mikroplastik bisa terakumulasi dalam tubuh ikan. Di hilir, bisa pengaruh pada manusia yang memakannya juga. jadi itu terkontaminasi oleh plastik,” jelasnya.
Tak hanya di lautan, sampah plastik di tepi pantai tepatnya daerah mangrove pun bisa berpengaruh. Yang mana dapat mengganggu bibit mangrove, akarnya terikat dan lambat laun menghambat pertumbuhan mangrove.
“Terkadang juga menutupi akar-akar mangrove,” katanya.
Sesungguhnya sampah plastik ini berdampak besar di setiap sudut lingkungan. Tidak hanya pada biota laut, tetapi juga perekonomian masyarakat.
Kemudian tumpukan sampah di pinggir pantai dapat menurunkan estetika atau keindahan dan daya tarik pengunjung. “Dampaknya secara umum merugikan. Dari segi ekonomi, dapat mengganggu transportasi laut. Kalau banyak sampah, nanti nelayannya nangkap sampah bukan ikan,” jelasnya.
Ia mengatakan asal muasal sampah plastik tentu sisa dari aktivitas manusia. Pengetahuan tentang sampah, membuang sampah sembarang tempat pun dianggap biasa. Ini menjadi permasalahan serius untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kemudian disusul dengan mengurangi pengunaan kantong plastik. Nah, dalam hal ini bisa mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Tidak hanya mengurangi permasalahan sampah, tetapi juga menghasilkan energi.
“Di Tarakan, ada yang sudah memanfaatkan sampah plastik diubah menjadi sumber energi atau solar,” ujarnya.
Kemudian sampah plastik pun bisa dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat untuk didaur ulang menjadi kerajinan tangan. Mengatasi permasalahan sampah plastik ini perlu didukung penegak hukum.
“Penanganan hukum juga penting. Ditegakkan untuk pelarangan membuang sampah di sembarang tempat. Selain menangani sampah yang sudah ada, sumber atau asalnya juga perlu disadarkan,” tutupnya.
MOTTO MENGHADAP LAUT
Kepala Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kaltim-Kaltara dan Kalsel Akhmadon mengungkapkan persoalan banyaknya sampah di daerah pesisir merupakan persoalan yang sangat serius dan sangat membahayakan bagi ekosistem laut. Menurutnya, persoalan banyaknya sampah di daerah pesisir merupakan bukan isu lokal lagi, melainkan sudah menjadi isu nasional dan sudah banyak dampak negatif yang ditimbulkan terhadap ekosistem laut.
“PSDKP komitmennya tinggi sekali terhadap sampah plastik yang dibuang di laut. Itu sangat mengganggu sekali terhadap ekosistem laut,” katanya.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lanjut Ahmadon, sangat banyak sekali biota laut seperti penyu dan ikan hiu didapati mati dan saat dibedah ternyata banyak sampah yang ada dalam tubuh hewan tersebut. Sampah plastik merupakan limbah yang sangat berbahaya saat dikomsumsi oleh biota laut, lantaran termasuk jenis limbah yang tidak mengurai.
Untuk itu, kepedulian terhadap ekosistem laut sangat diperlukan untuk menyelamatkan biota laut, terutama biota yang terancam punah. Kemudian dari PSDKP juga pernah ikut terjun langsung melalui program KKP yaitu gerakan bersih pantai bersama, beberapa waktu lalu. “Pembuktian itu merupakan salah satu cara kami bersungguh-sungguh terhadap persoalan sampah,” bebernya.
Membuang sampah di laut bukanlah budaya, namun merupakan kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Kebiasaan seperti itu harusnya dihilangkan. “Sudah bukan saatnya kita membelakangi laut, namun menghadap laut. Analoginya begini, kalau rumah menghadap ke laut otomatis kalau sampah maka kelihatannya menjadi tidak nyaman. Itu motto dari KKP,” imbuhnya.
Kemudian, tambah Ahmadon, dengan adanya rencana Pemkot Tarakan tidak memberlakukan penggunaan plastik saat berbelanja, merupakan salah satu cara juga bagi pemerintah mengurangi adanya sampah dari plastik. Apalagi sampah plastik merupakan limbah yang sangat berbahaya bagi biota laut. Tidak hanya itu, pemerintah juga dinilai harus tegas terkait adanya perda pelarangan membuang sampah ke laut. “Sampah plastik ini merupakan limbah yang sangat dekat dengan kita saat ini. Hampir semua kemasan makanan dan minuman terbuat dari plastik. Bayangkan kalau hampir tiap hari kita buang, berapa banyak sampah yang berbahaya,” bebernya.
PALING PARAH SELUMIT DAN KARANG REJO
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tarakan menilai banyaknya sampah di kawasan pesisir, tidak hanya menyoal prilaku negatif. Namun dikarenakan pola pikir yang tertinggal. Hal itulah yang diungkapkan Supriono selaku Plt kepala DLH Tarakan saat ini.
Menurut Supriono kebiasaan masyarakat Kota Tarakan khususnya kawasan pesisir yang kerap membuang sampah di laut, tidak terlepas dari sikap apatis masyarakat. Selain itu, menurutnya masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Tarakan sejak dulu terbiasa dengan gaya hidup praktis dan tidak memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap lingkungan sekitar.
Meski Kota Tarakan kerap dilanda banjir dikarenakan sampah, menurutnya masyarakat merasa belum menyadari dampak tersebut berasal dari banyaknya sampah yang menghambat saluran air. “Karena pengetahuan terbatas dan sikap apatis yang besar sehingga isu lingkungan tidak dianggap seksi untuk diperhatikan. Sebenarnya ini bukan masalah karena terbatasnya fasilitas. Tapi memang karena gaya hidup yang jorok dan ini sudah menjadi kultur,” ujarnya, kemarin (27/1).
Sebagian masyarakat belum menyadari dampak dari perilaku tersebut. Meski berbagai fenomena alam telah terjadi karena sampah. “Padahal sering banjir. Tapi orang tidak berpikir ke situ. Orang pikirnya banjir itu disebabkan drainase yang kecil atau air sungai yang meluap. Padahal penyebab dasarnya adalah karena sampah bukan karena keterbatasan infrastruktur,” terangnya.
Ia mengakui, hingga saat ini program sampah semesta belum berjalan dengan baik karena pelbagai faktor. Menurutnya jika masyarakat mau mengubah pola pikir, keterbatasan fasilitas tidaklah menjadi soal. “Memang kita harus akui sampai hari ini program sampah semesta belum bisa berjalan dengan baik. Tapi sebenarnya itu hanya akal-akalan warga untuk menutupi kebiasaan buruk. Buktinya kemarin sampah semesta berjalan, kan mereka tetap buang sampah ke laut. Banyak yang tidak membayar iuran dengan alasan merasa tidak perlu, akhirnya petugasnya cari kerjaan lain,” tuturnya.
Ia menerangkan, jika pihaknya sering menggelar sosialisasi, namun menurutnya sudah tidak efektif lagi. “Sampai berbui-bui mulut kami lakukan sosialisasi. Tapi memang kalau sudah pikiran masa bodoh mau bagaimana pun tidak bisa berubah. Kecuali kalau ada hukuman buang sampah dipenjarakan mungkin bisa berpengaruh di sana,” jelasnya.
Mengenai sampah di kawasan pesisir, ia menerangkan tumpukan sampah meliputi sepanjang kawasan permukiman pesisir di Kota Tarakan. Meski begitu, menurutnya kawasan pesisir terparah masih berada di kawasan Kelurahan Selumit Pantai dan Karang Rejo.
“Semua kawasan pesisir yang ada pemukimannya kotor. Kita bukan tidak sediakan fasilitas. Fasilitas itu ada, cuma memang kebiasaan masyarakat pesisir lah yang suka membuang sampah ke laut,” terangnya.
DPRD BELUM BAHAS SAMPAH PLASTIK
Sampah plastik yang terus menerus menumpuk di kawasan pesisir, ternyata hingga kini belum memiliki solusi jitu mengenai trik perbaikannya. Pemkot dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ternyata belum pernah sekalipun membahas secara khusus mengenai hal tersebut.
Anggota Komisi III DPRD Tarakan Herman Hamid mengatakan, bahwa pihaknya menjadi prihatin atas tumpukan sampah yang berada di kawasan pesisir. Sebab itu pihaknya menginginkan agar tingkat kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat.
Dengan kondisi tidak adanya bak sampah di Tarakan, Herman mengharapkan agar masyarakat semakin sadar akan kebersihan lingkungan. Untuk itu, pihaknya mengajak pemerintah untuk duduk bersama guna meningkatkan kesadaran masyarakat pesisir mencari solusi terbaik agar tidak membuang sampah sembarangan.
“Kami belum pernah melakukan pembahasan khusus bersama pemerintah terkait sampah pesisir. Ini kan karena banyaknya saran dan masukan dari masyarakat, ini tentu menjadi agenda dalam waktu dekat ini untuk bersama pemerintah membahas dan mencari solusi permasalahan ini,” tuturnya.
Herman menjelaskan, pemerintah sempat mengeluarkan imbauan larangan tentang pembuangan sampah di kawasan pesisir. Bahkan telah menjadi peraturan daerah. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan menaati perda pemerintah guna menjaga lingkungan masyarakat pesisir agar selalu bersih.
Menyikapi hal tersebut, menurut Herman penumbuhan kesadaran dari masyarakat menjadi wajib dilakukan oleh pemerintah. Sehingga pihaknya bersama pemerintah tidak bosan memberi motivasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di kawasan pesisir. “Bukan di Tarakan saja kawasan pesisir yang seperti ini, tapi di kota lain juga. Kami meminta kepada pemerintah untuk membuat kegiatan supaya masyarakat akhirnya sadar kalau tidak baik membuang sampah di laut, kalau perlu dibuatkan kelompok sosial tentang penanggulangan sampah di laut khususnya pesisir,” sebutnya. (*/zac/*/one/*/shy/zar/lim)
Sampah Ganggu Ekosistem, Pengaruhi Rantai Makanan
Baca Di sini Bro http://kaltara.prokal.co/read/news/26067-sampah-ganggu-ekosistem-pengaruhi-rantai-makanan.html