Di tembok warung tegal Ibu Wati kemarin (4/12/2018) tampak tergantung likuran tas keresek baru pada sebatang paku. Tas-tas itu itu hadir dalam tiga warna secara terkelompok. Paling belakang, dan lebih besar dari lainnya, berwarna hitam. Lalu di depannya adalah merah dan putih.
Mengapa warna-warni? Perempuan penjaga warung di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat, itu tertawa ketika ditanya.
Apakah yang hitam banyak yang meminta? Perempuan lain, lebih tua, menjawab sambil tertawa: tas keresek hitam banyak yang suka supaya tetangga tak melihat isi tas.
Tas keresek hitam. Untuk mewadahi makanan. Padahal sembilan tahun silam Badan Pengawasan Obat dan Makanan memperingatkan masyarakat agar tak menggunakan tas keresek hitam untuk makanan.
Tas macam itu biasanya hasil daur ulang limbah, misalnya bekas wadah pestisida dan limbah rumah sakit, sehingga bisa saja mengandung racun dan menyebabkan kanker.
Maka menjelang Iduladha lalu pemerintah mengingatkan agar daging kurban tak ditampung dalam tas plastik berwarna apalagi yang hitam.
Dua belas menit dan 500 tahun
Bagi awam, persoalan plastik dan sampahnya itu membingungkan. Yang dulu dianggap bukan masalah ternyata berbahaya, bahkan ketika belum menjadi sampah. Misalnya tas plastik hitam untuk mewadahi makanan atau bahan pangan tadi.
Di Amerika Serikat, menurut The Center for Biological Diversity, rerata penggunaan tas plastik cuma 12 menit, tapi untuk menguraikan selembar tas di tempat pembungan akhir (TPA) butuh waktu 500 tahun.
Lantas bagaimana dengan tas keresek putih warung swalayan, yang berlabel degradable itu?
Memang jenis itu lebih mudah hancur karena dibubuhi bahan kimia untuk mempercepat penghancuran diri dengan bantuan matahari dan air. Namun di sungai dan laut, remukan tas macam itu masih menyisakan serpihan kecil bahkan mikroplastik dan terutama nanoplastik. Serpihan kecil akan tertelan binatang laut.
Menurut Kompas.id pekan ini, mengutip Saraswati Putri, pengajar ilmu filsafat lingkungan Universitas Indonesia, partikel kecil plastik itu ditemukan pada tubuh ikan, plankton, dan garam.
Katanya ramah tapi bermasalah
Setelah tas degradable dianggap bukan solusi, muncul biodegradable. Plastik yang lebih baru itu dinilai lebih ramah lingkungan karena akan hancur dengan bantuan mikroorganisme, misalnya bakteri.
Lalu muncullah oxo-biodegradable, yang mengandung garam logam untuk mempercepat penghancuran – tapi dalam Organics.org diejek hanya memperkecil serpihan agar tak kelihatan.
Masalah tas keresek ini rumit. Bahkan angka perkiraan kapankah jenis tertentu akan terurai sepenuhnya pun beragam. Taksiran umum menyebutkan, tas plastik konvensional butuh waktu 10-100.000 tahun (h/t Business Ethics).
Dalam isu kerumitan itu tas keresek compostable dianggap sebagai solusi. Karena berbahan tumbuhan, compostable dianggap lebih ramah lingkungan dan aman – tak meninggalkan racun.
Meskipun lebih menjanjikan, compostable punya kekurangan: justru kurang efektif dalam penguraian diri kalau ditaruh di TPA. Barang ini butuh banyak udara, kelembapan, dan sinar matahari.
Mahalkah merawat lingkungan?
Di Indonesia ada produsen barang compostable. Misalnya Avani Eco di Bali yang barang bikinannya bertuliskan "I am not plastic". Tak hanya tas keresek berbahan singkong yang mereka bikin. Buluh sedot minuman juga mereka bikin – ada yang berwarna hitam dengan tulisan dirinya bukanlah plastik. Plastik buluh sedot – sedotan, dalam bahasa sehari-hari – adalah pembunuh satwa laut.
Ada kabar bagus, sejumlah kedai di Jakarta sudah memakai penyedot itu. Di toko daring, misalnya Blibli, produk Avani Eco juga terjajakan.
Akan tetapi harga 500 batang penyedot Avani ukuran 6 x 145 mm Rp192.000. Bisa dibilang per batang Rp385. Bandingkan dengan penyedot Ikea, warna-warni, bebas dari kadmium maupun timbal, yang dalam paket 200 batang ditawarkan Rp29.900 – artinya per batang Rp150.
Bahan ramah lingkungan berharga dua setengah kali lebih mahal.
Ada sih buluh sedot bengkok antikarat yang dijual eceran. Per batang Rp25.000. Bisa dipakai ulang. Bagaimana cara membersihkan perlu alat khusus, harganya mulai Rp6.000 di Tokopedia.
Baca Di sini Bro https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/tas-keresek-minimarket-belum-tentu-aman
No comments:
Post a Comment