Hasil pemilu memiliki implikasi besar untuk proses Brexit berliku Inggris, yang dimulai dengan referendum Uni Eropa 2016.
Bagi Johnson, kemenangan ini sangat penting untuk memuluskan proses pengunduran diri Inggris dari Uni Eropa (Brexit), akhir Januari 2020.
Berdasarkan penghitungan suara, partai Konservatif yang dipimpin Johnson berhasil meraih 341 kursi dari total 650 kursi parlemen. Itu artinya dia akan meraih mayoritas.
Sementara pesaing terberat Konservatif, Partai Buruh pimpinan Jeremy Corbyn, hanya mampu meraup 200 kursi parlemen.
Sejak awal Johnson berharap bisa mempertahankan jabatan di tengah kebuntuan membujuk parlemen agar mau setuju dengan proposal Brexit gagasannya.
Johnson dan Partai Konservatif hanya membutuhkan sembilan kursi tambahan untuk bisa mendominasi parlemen.
[Gambas:Video CNN]
Dengan mendominasi parlemen, Johnson berharap mampu melanjutkan proses Brexit dengan kesepakatan (deal) yang diajukan atau tidak (no deal).
Kepada wartawan pada Rabu (11/12) malam, Johnson menuturkan pemilu ini merupakan kesempatan warga untuk bisa mengeluarkan Inggris dari kebuntuan politik dan ketidakpastian.
"Bayangkan betapa indahnya bisa menetap dan menyantap ayam kalkun saat makan malam di malam Natal usai Brexit bisa diputuskan," kata Johnson seperti dikutip AFP.
Awalnya, Johnson berencana dan berjanji akan membawa Inggris keluar Uni Eropa pada 31 Oktober dengan atau tanpa perjanjian perpisahan.
Hal itu menjadi bagian penting Partai Konservatif yang membuat Boris Johnson 'berkuasa' dalam pemilihan umum beberapa waktu lalu.
Namun, janji tersebut harus diingkari karena anggota parlemen Inggris mendesak Johnson menunda Brexit.
Johnson terpaksa memperpanjang waktu bagi Inggris keluar dari Uni Eropa.
UE sepakat untuk kembali mengundur tenggat waktu bagi Inggris hingga 31 Januari 2020. Keputusan tersebut merupakan kali ketiga UE mengundur tenggat waktu Brexit.
Uni Eropa Siap untuk Brexit
Para pemimpin Uni Eropa, pada Jumat (13/12) mengatakan bahwa mereka siap menindaklanjuti proses Brexit. Boris Johnson tinggal menunggu pemungutan suara di parlemen terkait Brexit.
"Maksud saya sangat jelas, kami siap," kata Presiden Uni Eropa Charles Michel.
Para pemimpin Uni Eropa mengadakan pertemuan tingkat tinggi selama dua hari di Brussels untuk merancang mandat kesepakatan perdagangan pasca-Brexit..
Dikutip dari Deutsche Welle, Ketua Komite Urusan Luar Negeri Jerman Norbert Röttgen, mengatakan bahwa kini kesepakatan Brexit tidak dapat dikesampingkan.
Dalam cuitan di Twitter, Röttgen menyampaikan bahwa agenda Uni Eropa kini adalah menjaga hubungan baik dengan Inggris.
Setelah 31 Januari, Inggris memasuki masa transisi hingga akhir 2020. Dalam rentang waktu tersebut, London dan Uni Eropa harus mencapai kesepakatan mengenai seperti apa hubungan perdagangan mereka di masa depan.
Menurut rancangan draft Brexit terbaru yang dilihat AFP, para pemimpin Uni Eropa memperingatkan bahwa hubungan kedua pihak harus didasari pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dan memastikan kesetaraan dalam aturan bisnis dan perdagangan. (dea)
No comments:
Post a Comment