"Suu Kyi tidak perlu menyangkal apa-apa. Warga dunia harus mendengar suara kami karena kami adalah korban yang sebenarnya," kata salah satu tokoh etnis Rohingya yang berada di pengungsian di perbatasan Bangladesh, Sayed Ula, seperti dilansir AFP, Rabu (11/12).
"Saya ingin melihat para pelaku dihukum. Mereka menghabisi kaum kami tanpa ampun. Saya sudah kehilangan anggota keluarga karena mereka," kata seorang perempuan Rohingya yang menjadi janda, Saida Khatun.
Khatun menyatakan pasukan Myanmar membunuh kedua orang tua, suami, dan tiga anaknya tanpa belas kasih. Dia juga mengaku diperkosa aparat dan kemudian dianaya dengan popor senapan, lalu kepalanya diinjak dan ditendang menggunakan sepatu dinas lapangan.
"Suara anak-anak saya kadang masih terngiang di dalam mimpi. Saya gagal menyelamatkan mereka," ujar Khatun.
Gambia mengadukan Myanmar ke ICJ atas tuduhan melanggar Konvensi Genosida PBB 1948 melalui operasi militer brutal yang menargetkan minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
Myanmar terus menjadi sorotan dunia setelah krisis kemanusiaan yang menargetkan etnis Rohingya dan minoritas Muslim lainnya di Rakhine kembali memburuk pada pertengahan 2017 lalu.
Krisis kemanusiaan itu dipicu oleh operasi militer Myanmar yang ingin meringkus kelompok teroris pelaku penyerangan sejumlah pos keamanan di Rakhine.
Alih-alih menangkap teroris, militer Myanmar disebut malah mengusir, membunuh, hingga memperkosa warga Rohingya di Rakhine. Sejak itu, gelombang pengungsi Rohingya ke perbatasan Bangladesh terus meningkat.
No comments:
Post a Comment